Oleh : Muhammad Faruq*
Tak bisa dipungkiri, perkembangan Tekhnologi Informasi dan Komunikasi membawa dampak yang besar bagi kehidupan umat Islam. Selain berbagai sisi positif, sisi negatif juga tak sedikit. Dan yang mengerikan adalah tekhnologi tersebut di jadikan alat untuk menyebarkan ideologi secara bebas.
Pertarungan ideologi di dunia maya terasa semakin massive satu dekede terakhir dengan kehadiran medsos. Hanya dengan membuat akun, semua orang bebas menyuarakan pendapat serta gagasannya se-ekstrem apapun.
Sasarannya siapa lagi kalau bukan pemuda. Yah pemuda memang menggiurkan. Bahasa kerennya, mereka adalah iron stock yang berpotensi menjadi agent of change. Atau secara singkat agen perubahan di masa depan.
Hal ini selaras dengan karakter pemuda yang seringkali berpikir “liar”. Mereka sering terobsesi dengan pikiran-pikiran baru. Seringkali, ide-ide tersebut, oleh kaum tua dianggap asing. Sehingga adakalanya menyulut perseteruan.
Dengan meng-infiltrasi pikiran para pemuda dengan suatu ideologi, ada peluang ideologi tersebut akan diperjuangkan oleh mereka di kemudian hari. Yang cenderung tak peduli bagaimana caranya. Yang penting tujuan tercapai.
Apalagi jika pemuda-pemuda tersebut kelak mengisi pos-pos penting dalam pemerintahan ataupun di masyarakat. Besar kemungkinan, kebijakannya akan sangat dipengaruhi oleh ideologinya. Sehingga, lambat laun, seluruh lapisan masyarakat memiliki ideologi yang serupa.
Upaya-upaya ini sebenarnya sudah sangat kentara tampak di depan mata. Paham sekuler dan semacamnya di propagandakan melalui film, buku dan media sosial. Belum lagi kanal-kanal You Tube private yang jumlahnya banyak.
Mereka, baik bergerak dalam organisasi maupun individu menginginkan lahirnya dunia yang bebas dari campur tangan agama. ‘Setiap orang bebas berbuat apa saja yang penting tidak menyakiti orang lain’. ‘Tubuhku adalah urusanku’. ‘Agama dan Negara tak perlu ikut campur urusan ranjangku’. Itu sederet kata-kata yang disebarkan berulang-ulang. Terkadang bahkan lebih ekstrem seperti ‘LGBT adalah hak asasi’ atau ‘Agama penghalang kemajuan’.
Tentu, situasi demikian sangat riskan bagi pemuda Islam. Karena dibungkus dengan ‘penelitian ilmiah’, ‘hasil riset’ atau ‘berdasarkan bla..bla..bla’, ide-ide tersebut terlihat seolah-olah benar. Sehingga menarik minat pemuda ‘aktivis’ Islam dengan semangat ‘progresif’demi kemajuan Islam.
Perkuat Narasi
Adapun umat Islam saat ini masih pada tataran responsif. Belum mampu melahirkan narasi baru yang ciamik. Pun responnya kadang terlihat ‘norak’. Saya misalnya pernah dicaci-maki di medsos gegara komentar yang disalahpahami.
Ini memang tantangan yang tak mudah. Pikiran tak pernah benar-benar berhasil dihilangkan. Namun bisa dikalahkan dengan pikiran lain. Maka, yang perlu dilakukan adalah meramu suatu pikiran baru kemudian disebarkan dengan kemasan yang menarik.
Perlu ada upaya ‘memeras pikiran’ untuk menghasilkan sebuah narasi yang masuk akal dan tak terbantahkan. Ia bukanlah doktrin yang abstrak disertai ancaman masuk neraka. Pemuda yang berpikir ‘liar’ tak tertarik dengan beginian.
Menggalakkan Literasi
Selalu, saat ada isu yang menyerang Islam, kita tersinggung rame-rame lalu beraksi secara membabi buta dan tanpa arah. Efeknya? Tak ada. Selain jadi bahan tertawaan. Bahkan semakin membuktikan ‘kedangkalan berpikir’ umat Islam.
Padahal, ucapan Ali Bin Abi Thalib bahwa ‘kemungkaran yang terorganisir akan menang melawan kebenaran yang tak terorganisir’ kita dengar berulang-ulang. Realisasinya? Belum begitu nampak. Memang, perlu proses panjang.
Yang bisa kita lakukan saat ini adalah menggalakkan literasi. Okelah, media mainstream tak bisa diandalkan. Tapi kita punya media sosial. Kita bisa membuat blog. Pun bisa membuat akun di YouTube. Lalu mengisinya dengan hal-hal bermanfaat. Yang garis besarnya mengikuti narasi besar tadi.
Hiasi Dengan Akhlaq
Ini juga penting. Karena pada akhirnya, semua orang juga akan melihat implementasi. Apakah narasi yang membuat orang terkagum-kagum tersebut bisa membumi. Atau hanya basa-basi alias omong kosong belaka. Seperti kebanyakan ideologi. Yang indah dalam narasi, namun buruk dalam implementasi. Basa-basi.
Saya sebenarnya juga sering terpancing. Di dunia maya. Memang berat, saat apa yang kita yakini benar dengan bukti-bukti kuat tapi masih dianggap bohong. Lalu dicaci dan dimaki. Akhirnya, semua ngotot. Tak ada yang rela mengalah. Maha benar netizen dengan segala pendapatnya.
Tapi harus kita sadari, dunia maya bukan dunia nyata. Tapi efeknya bisa terasa nyata. Maka, dengan menjaga akhlaq, semoga kita selamat. Dari pertengkaran sia-sia dan debat yang tak berkesudahan. Lebih baik buat tulisan, agar pikiran kita lengkap dan netizen tak salah tangkap.
Akhirnya, selamat berjuang.
*Kadiv. Media PEMHIDA Jatim