Oleh: Alim Puspianto*
Sungguh dahsyat efek yang disebabkan oleh pandemi corona ini. hampir semua negara tak berdaya menghadapinya. Tercatat sebanyak 142 negara dari total 193 entitas negara di dunia sudah terpapar. Tidak hanya negara negera kecil, negara adidaya pun tak berkutik dibuatnya. Bahkan tidak sedikit negara yang sudah memberlakukan lockdown di beberapa wilayahnya. Tak hanya itu, pabrik pabrik pun banyak yang ditutup, sekolah diliburkan, pegawai kantor dirumahkan. Akibatnya roda perekonomian seolah berhenti berputar.
Tak terkecuali di Indonesia. Walaupun berbagai upaya pencegahan telah dilakukan namun faktanya korban semakin hari semakin banyak. Bahkan Indonesia dinyatakan sebagai negara dengan angka kematian paling tinggi di kawasan Asia Tenggara. Tercatat sampai kamis 23 April 2020 jumlah kematiannya mencapai anggka 647,jumlah kasus ada 7.775 dan jumlah penderita yang sembuh sebanyak 960. (Sebagaimana dilansir cnbcindonesia.com)
Melihat perkembangan penyebaran virus coronayang sedemikian rupa, wajar jika masyarakat mengalami ketakutan. Bagaimana mereka tidak merasa takut dan gelisah, ”musuh” yang mereka hadapi adalah virus yang tidak kasat mata. Sementara “serangannya” sangat nyata dan mematikan. Ditambah lagi alat pelindung diri (APD) yang minim dan sulit didapatkan. Serta aspek kesadaran masyarakat yang masih jauh dari harapan. Semuanya bertumpuk menjadi satu dan menjelma menjadi sebuah ketakutan dan kecemasan.
Sebuah Perumpamaan
Dalam mensikapi musibah pandemi ini, secara umum manusiaterbagi mejadi 2 golongan. Sebagai perumpamaan kita ibaratkan seperti lalat dan lebah.
Pertama: Lalat adalah hewan sejenis serangga kecil yang selalu memiliki insting untuk mencari kotoran. Kemanapun lalat terbang, pasti senantiasa berujung di kotoran juga. Bahkan ketika lalat berada ditengah taman bunga nan wangi, pasti yang dicari adalah sisi sisi kotor disekitarnya. Begitulah naluri lalat diciptakan selalu melihat sisi buruk dari setiap keadaan. Karena yang dimakan adalah kotoran maka yang dikeluarkan lalat juga kotoran yang sangat membahayakan.
Kedua: lebah merupakan serangga kecil yang bersayap 4. Sesuai dengan nalurinya pula, lebah akan dengan cepat menemukan bunga dimanpun dia berada. Sejauh manapun lebah terbang pasti akan mencari bunga untuk berlabuh. Meskipun lebah berada di tempat penampungan sampah, ia selalu menemukan cara untuk mendeteksi dimana bunga berada. Karena yang dimakan adalah sesuatu yang baik (sari bunga) maka yang dihasilkanpun sebuah kebaikan berupa madu yang manis dan kaya manfaat.
Itulah perumpamaan 2 golongan manusia dalam mensikapi musibah pandemi corona ini. Sebagian besar masyarakat masih menggunakan naluri lalat. Yaitu selalu mencari celah keburukan dari setiap yang menimpanya. Lebih-lebih disaat musibah seperti sekarang ini, manusia bermental lalat selalu mencari cari sisi sisi negatif disetiap langkahnya. Karena dia hanya menemukan dan fokus pada keburukan maka yang dihasilkanpun adalah sebuah keburukan yang sama. Kemudian dari keburukan tersebut akan berdampak pada dirinya, keluarga dan orang orang disekitarnya.
Lain halnya dengan tipe yang kedua. Mereka akan selalu menemukan keindahan dari sebuah kenyataan. Meskipun berhadapan dengan musibah pandemi corona, mereka akan senantiasa bisa melihat sisi kebaikan. Karena mereka fokus aspek kebaikan maka yang dihasilkanpun bisa menguntungkan. Mereka tidak akan dianggap membahayakan oleh lingkungan sekitar. Bahkan hadirnya mereka akan mampu memberikan manfaat bagi sesama.
Alangkah beruntungnya jika kita selalu mengaktifkan dan memperkuat insting lebahnya. Sehingga seburuk apapun keadaan yang dihadapi, kita akan selalu menemukan bunga kebaikan disekelilingnya. Meskipun kita berada ditimpa musibah besar tetapi kita yakin kita pasti mampu menghadapinya.
Sebagaimana firman Allah SWT: “Allah tidak akan membebani hamba keculai menurut kemampuannya” (QS. Al Baqarah: 286). Jadi seberat dan seburuk apapun ujian yang menimpa, kita akan tetap yakin bahwa kita akan bisa melaluinya.Keoptimisan itulah yang akan melahirkan sebuah kekuatan untuk menemukan solusi.
Jika kita seperti lebah yang menghasilkan madu, maka orang orang disekitar kita juga akan mencicipi manisnya. Tetapi bila kita termasuk tipe lalat, meskipun ada bantuan dan solusi, niscaya ia akan mencari cari kekuarangan dan keburukannya. Kuman dan bakteri yang dihasilkan akan membuat resah dan mencelakakan diri sendiri dan orang di sekitarnya.
Lebih lebih jika kita sebagai seorang muslim sejati, tentu kita harus lebih bijak dalam mensikapi musibah ini. Jangan sampai kita hanya melihat sisi negatif dari sebuah pandemi. kemudian kita larut dalam ketakutan dan kegelisahan. Sehingga kita tidak bisa melihat sisi “kebaikan” dari kondisi yang ada. Bukankah Allah SWT telah mengingatkan kita melalui firmanNya “Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan” (QS. Al Insirah: 5).
Beruntunglah bagi setiap muslim karena apapun yang dialaminya selalu ada celah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Ketika ia dikaruniai sebuah kenikmatan mereka akan bersyukur. Begitu juga ketika mendapat musibah mereka akan senantiasa bersabar.
Sebagaimana hadits Rasulullah SAW “Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin. Sungguh semua urusanya adalah baik, dan yang demikian itu tidak dimiliki oleh siapapun kecuali oleh orang mukmin, yaitu jika ia mendapatkan kegembiraan ia bersyukur dan itu suatu kebaikan baginya. Dan jika ia mendapatkan kesususahan, ia bersabar dan itupun suatu kebaikan baginya”. (HR. Muslim)
Satu kunci pokok kita dalam bersikap adalah dengan merubah cara pandang kita terkait musibah ini. karena dengan pola pikir yang benar akan melahirkan sebuah ketenangan dan kedamaian. Kalau bukan kita yang merubah, mau siapa lagi. Allah SWT juga telah mengingatkan kita dalam firmanNya: “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”. (QS: Ar-Ra’d: 11).
*Dosen STAI Luqman al Hakim, Bendahara PEMHIDA Jatim