Ust. Aulia el-Haq*
Apakah seorang wanita haidh diperbolehkan bebas makan dan minum pada siang Ramadhan, ataukah mereka mencukupkan sedikit makan dan minum lalu menahan diri darinya hingga maghrib sebagai bentuk penghormatan terhadap bulan suci Ramadhan?
Ada beberapa hal yang telah disepakati ulama bagi seorang wanita yang haidh; pertama, ia tidak diwajibkan berpuasa. Kedua, jika berpuasa maka puasanya tidak sah. Ketiga, ia diharamkan untuk berpuasa. Dan keempat, ia wajib mengqodho’ puasa yang ditinggalkan pada hari lain saat telah suci. Imam an-Nawawi mengatakan, “Seluruh hal tersebut telah disepakati secara ijma’ (konsensus).”
Keharaman dan ke-tidaksah-an puasanya bersifat umum, mencakup puasa wajib maupun sunnah. Imam Bukhori dan Muslim meriwayatkan dari sahabat Sa’id al-Khudri RA bahwa nabi SAW bersabda; “Mereka (perempuan) melewati malam hari tanpa mendirikan sholat dan berbuka saat Ramadhan, maka inilah maksud dari kurangnya agamanya.” Dan diriwayatkan oleh Imam Bukhori, “Bukankah ketika ia haidh ia tidak sholat dan tidak berpuasa?” Dan ulama mengatakan bahwa kalimat tanya (istifham) disini bermakna pernyataan yang tujuannya adalah mendorong lawan bicara mengakui dan menyatakan sesuatu yang sudah diketahuinya sebelumnya, yaitu larangan berpuasa bagi wanita haidh.
Allamah al-Jamal dalam catatannya terhadap syarah Manhaj at-Thullab berkata, “Diharamkan atasnya (wanita haidh) berpuasa secara awalan, yaitu ketika ia dalam keadaan haidh saat hendak berpuasa. Begitu juga secara lanjutan, yaitu jika haidh terjadi di tengah² puasa. Maka haram baginya melanjutkan puasanya, dengan artian ia merasa bahwa ia meneruskan puasanya hingga maghrib. Adapun jika ia merasa telah batal dan tidak merasa sedang melanjutkan puasanya maka hal ini tidak diharamkan.”
Maka yang wajib bagi wanita haidh adalah tidak berpuasa, sehingga haram baginya berpuasa. Namun yang menjadi titik keharaman adalah ketika ia meninggalkan hal² yang membatalkan puasa dengan niat puasa. Adapun jika meninggalkan berbagai macam pembatal puasa tanpa berniat puasa maka tidak diharamkan. Sebagaimana kata Imam Nawawi dalam kitab al-Majmu’.
Perihal menahan diri dari yang membatalkan puasa (baca: al-imsak) bagi wanita haidh di siang Ramadhan agar menyamakan diri dengan orang yang berpuasa maka sebagian ulama berpendapat itu adalah mustahab (disunnahkah). Dengan catatan ia tidak berniat berpuasa. Karena ‘imsak’ termasuk amalan² khusus dalam Ramadhan. Namun sebagian ulama lain berpendapat hal itu tidak disunnahkan. Wallahu a’lam bisshowab.**
*Pengasuh dan Dosen di STAIL. Alumni Al-Azhar Mesir
**Diterjemahkan dari dari Kitab Fatawa as-Syabab, kumpulan fatwa-fatwa Darul Ifta al-Mishriyyah.