By: Khairul Hibri*
Perih rasanya hati, melihat fenomena penolakan jasad korban covid 19.
Apalagi kalau jasad itu, adalah petugas kesehatan. Dokter, perawat, dan seterusnya.
Akal tidak bisa menerima peristiwa itu. Apalagi nurani.
Sebab, bagaimana mungkin jasad-jasad mulia itu, terombang-ambing lataran terjadi penolakan?
Padahal, mereka adalah pejuang terdepan, dalam menghadapi pandemi ini.
Korbanan mereka sangat lah besar. ‘Bertarung’ langsung dengan virus. Berpisah dari keluarga. Belum lagi kalau punya anak kecil.
Mereka lakukan itu semua, demi keselamatan pasien. Mereka pertaruhkan nyawa.
Padahal, kita, orang awam ini. Perjuangannya, hanya diminta diam di rumah. Jauh lebih aman dibanding mereka.
Tapi aneh bin ajaib. Ketika mereka merenggang nyawa. Demi menyelamatkan para saudara/i, ayah/ibu kita, atau tetangga kita. Mengapa terua jasad mereka ditolak?
Soal ketakutan ketularan virus. Pakar medis sudah angkat bicara. Bahwa prosedur yang digunakan dalam memperlakukan jasad korban virus corona, itu tidak akan memulari warga sekitar. Singkat; tidak membahayakan sama sekali.
Kalau demikian kesimpulannya. Bisikan apa yang mempengaruhi para penolak itu, hingga berbuat demikian.
Itulah akibatnya bergerak hanya mengandalkan perasaan. Duga-dugaan. Bukan berdasar pada ilmu. Tidak dipercayakan kepada ahli.
Di samping itu. Sejatinya, jasad para korban pandemi ini. Wa bil khusus para tim medis, itu statusnya sebagai syuhada’/syahidah. Insya Allah.
Sebab, pernah suatu hari. Rasulullah Saw, menanyakan kepada para sahabat, tentang; siapakah yang dimaksud dengan orang yang mati syahid itu.
:mereka yang gugur di medang pertempuran, ya Rasulullah,” jawab mereka.
“Kalau begitu, sedikit sekali kaumku yang terkategori mati syahid,” sambut Rasulullah Saw.
“Ketahuilah,” sambung beliau, “Mereka yang mati syahid itu adalah; mereka yang mati di dalam perang fii sabilillah, mereka, mati karena tenggelam dalam air, mati tertimpa bangunan, dan mereka yang mati karena terkena wabah (thoun).”
Di mana tempat kembali mereka yang mati syahid ini?
Surga. Mereka dimuliakan oleh Allah, rasul-Nya, dan oara malaikat.
Lha, kita yang berlumur dosa mulai dari ujung rambut samoai ke ujung kaki, malah berbuat sebaliknya?
*Ketua departemen Pusat Pengembangan Wawasan dan Tsaqogah Islamiyah (PUSPENWAS) Pemuda Hidayatullah Jatim