Oleh. Moh. Humaidi*
Tidak jarang kita temukan orang mengatakan; “kami beriman kepada Allah.” Tapi, anehnya pada saat yang sama, ketika mereka mendapat musibah yang cukup mengusik jiwa dan raga, tidak sedikit yang berkeluh kesah hingga sampai mencerca Allah, seraya terucap “Saya sudah sholat, ringan tangan, dan sodaqoh, kenapa kok masih kena musibah?”
Fenomina ini sering kita jumpai, seakan-akan sulit mendapatkan manis iman. Padahal nikmat berislam itu tolak ukurnya ada pada kemampuan merasakan manisnya iman. Bukankah sekedar mereka sudah mendirikan sholat, ringan tangan dan shadaqoh.
Tidak ada yang salah dengan iman mereka yang bersikap demikian. Hanya saja sedikit bermasalah pada sudut pandangnya. Jika ibadah sholat, ‘amal sholeh dan shadaqoh hanya untuk sarana mendapatkan dunia dan segala kebaikannya maka sudah menjadi kepastian jiwanya akan gelisah, gundah dan resah.
Maka seyogyanya seluruh ibadah baik dhahir atau bathin dijadikan kebutuhan jiwa yang harus terpupuk dan terilhamkan dalam diri. Hilangkan perasaan mencari keuntungan dunia. Kalaupun ada itu hanya efek, karena sejatinya itu bukan tujuan ibadah. Tujuan ibadah yang sesungguhnya ialah mengharap ridha dan ma’unah Allah Swt. Jika orentasi ibadah salah maka wajar dalam perjalanannya akan mendapatkan kegelisan dan kegundahan terlebih mengharap mau mendapatkan keuntungan dunia yang lebih.
Seseorang yang mudah mengeluh seringkali mencari penyebab masalah dari luar dirinya dan tidak mau intropeksi diri. Padahal yang sering terjadi, yang menjadi pokok masalahnya adalah dirinya sendiri bukan orang lain. Kenapa demikian? Karena lagi-lagi disorentasi.
Sikap mudah mengeluh juga refleksi dari ketidakridhoan atau ketidakikhlasan atas ketentuan takdir dari Allah Subhanahu Wa Ta’aala. Fenomina tersebut sering kita jumpai bahkan bisa jadi kita termasuk di dalamnya na’udzubillah.
Lalu Bagaimana Mendapatkan Manisnya Iman?
Iman bukan hanya sekedar ucapan lisan tapi masuk dalam hati dan terpergakan dalam perbuatan. Kekuatan iman mampu menembus relung hati yang paling dalam, berdiri tegak dan kokoh, kekuatan apapun tidak akan mampu menundukkannya.
Kekuatan iman yang kokoh ini tergambarkan pada sosok Imam Ahmad Bin Hanbal yang mendapat ujian berupa penyiksaan dari penguasa lali, kisah ini cukup populer. Pada saat yang sama ketika Imam Ahmad Bin Hambal mengalami penyiksaan seraya terucak” Seandainya penguasa itu tahu mutiara yang ada dalam dada ini niscaya ia akan merobek-robek isi di dalamnya” mutiara itu adalah iman, sebagamana terkutip dalam buku Tapaki Aku Pada Jalanmu.
Siapa Imam Ahmad Bin Hambal? Kita tahu beliau adalah imam madzhab. Beliau orang berilmu dan berpengaruh. Wajar, iman beliau kuat dan kokoh, manisnya iman terasakan karena beliau orang yang berilmu. Ilmulah yang bisa mengahantarkan seseorang merasakan manisnya iman.
Iman yang menghantarkan seseorang beda dalam bersikap, berucap dan berbijak. Karena seyogyanya imanlah yang menjadikan kita mulia di hadapan Allah Swt.
Allah Swt. berfirman yang artinya “Allah mengangkat Derajat orang orang yang beriman dan berilmu pengetahuan kederajat yang Tinggi” (Q.S. Al Mujadalah ayat 11.)
Hali ini dipertegas dalam Hadist Nabi “Barangsiapa yang menginginkan keberhasilan di dunia, hendaklah dengan ilmu dan barang siapa yang menginginkan kebahagiaan di ahirat hendaklah dengan ilmu..”.
Ini menjadi dasar bahwa ilmulah yang menghantarkan seseorang merasakan manisnya iman, oleh karenanya mari kita selalu belajar, tingkatkan terus keilmuannya, kapan dan dimanapun berada teruslah belajar, tidak ada kata terlambat. Semoga bermanfa’at. []
*Depertemen Pengkaderan Pemuda Hidayatullah Jatim, Da’i Dan Pendidik YPI Al – Fattah