Moh. Syahri Sauma*
Ramadhan tahun ini terasa sangat berbeda, virus corona yang semakin merajalela, hingga korban meninggal jutaan manusia di belahan dunia. Karenanya, penting bagi kita sebagai generasi muda untuk terus meningkatkan rasa kepedualian sebagai implementasi dari keimanan.
Perjalanana bulan Ramadhan yang setiap tahun demi tahun mempunyai keunikan, hingga sekarang sudah pada 1441 H. artinya, sudah lebih dari seribu tahun bulan ramadhan dengan berbagai tantangannya ketika manusia pada masa itu menjalani ibadah ramadhan. Apalagi hari ini, 9 Ramadhan 1441 H (2 Mei 2020) bertepatan dengan Kemerdekaan Republik Indonesia 1334 H.
Sejarah tak mungkin terulang dengan dirgahayu republic Indonesia yang bertepatan dengan momentum Ramadhan. Wabah corona yang belum kunjung reda, spirit kemerdekaan dan ramadhan harus tetap menyala di saat Negri ini tengah dilanda pandemic dunia. Program dan gerakan harus tetap berjalan seiring dengan kecintaan kepada yang Maha Kuasa.
Sejarah Gerakan PETA di Indonesia
Pembela Tanah Air (PETA) merupakan tentara sukarela yang dibentuk oleh jepang saat menguasai bangsa Indonesia periode 1942-1945. PETA memiliki peran penting dalam menjaga kemerdekaan bangsa Indonesia, meski awalnya bertugas membantu jepang dalam peperangan Asia Timur Raya. Bahkan PETA merupakan cikal bakal Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Pembentukan PETA diinisiatif oleh orang Indonesia bernama R Gatot Mangkupraja. Ia merupakan pemimpin nasionalis. Pada awal pembentukan PETA banyak pemuda dan pelajar bangsa Indoensia yang ikut dan bergabung menjadi tentara sukarela. Mereka mendapat pelatihan fisik oleh tentara Jepang, tidak hanya fisik saja namun pelatihan bagaimana mencintai tanah air dan membangkitkan patriotisme. Mereka bersemangat karena memiliki tujuan untuk mempersiapkan kemerdekaan Bangsa Indonesia. Tentara PETA dibentuk sebagai tentara territorial yang berkewajiban mempertahankan wilayahnya.
Tokoh Indonesia lulusan PETA seperti, Jenderal Soedirman, Ahmad Yani dan Supriadi. Mendapat pelatihan merencanakan persiapan kemerdekaan. Tak ketinggalan pun, Soekarno dan Hatta. Pada tahun 1944 pemerintah Jepang merasa jika PETA melayani kepentingan Indonesia daripada Jepang. Setelah Indoensia memproklamasikan kemerdekaan, tentara kekaisaran Jepang memerintahkan membubarkan PETA.
Pada era kini, Gerakan PETA seharusnya masih tertancap dalam relung diri setiap warga Indoensia jika mengetahui dan memahami sejarah, bagaimana proses kemerdekaan negeri ini panjang, berliku, perjuangan jiwa, raga dan sumber daya alam Indonesia. Maka penulis mencoba mengartikan PETA dengan era milineal dengan harapan para pemuda zaman now bisa mengambil spirit para tentara PETA tempo dulu. Dengan gerakan ‘PETA’ (Peduli Tetangga).
Gerakan ‘PETA’ (Peduli Tetangga)
Apa itu gerakan ‘PETA’? gerakan ‘PETA’ adalah sebuah gerakan kepedulian untuk tetangga. Syariat kita, syariat Islam, dan fitrah yang suci telah mengajarkan bahwa tetangga memiliki hak yang harus kita tunaikan. Seorang muslim harus memiliki perhatian terhadap tetangganya. Saling peduli dalam kehidupan bertetangga. Seorang tetangga wajib merasa aman dan nyaman dari tetangganya.
Namun, kultur seperti peduli, saling menyapa dan menghormati mulai menipis di masyarakat kita. Rasa egoism individu, tidak peduli, tidak pernah menyapa, tidak mengenal tetangga sebelah rumahnya. Apalagi bertamu dan saling mengunjungi. Tidak dipungkiri, ini yang terjadi dimasyarakat kita sekarang.
Sikap yang demikian, sangat bertentangan dengan syariat Islam yang kita pegang. Juga menyelisihi kebudayaan dan kebiasaan orang tua kita. Mereka dulu akrab dengan tetangga. Saling tolong-menolong dan perhatian. Maka Allah memuliakan tetangga karena besarnya hak dan kedudukan seorang tetangga. Allah berfirman; “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukanNya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orangtua ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat……” (QS. An-Nisa’:36).
Dalam sebuah hadis, Nabi SAW juga bersabda, “Barang siapa yang berbuat baik kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia berbuat baik kepada tetangganya.” (HR. Muslim). Dari Surat An-Nisa’ ayat 36 dan Hadis di atas perlu dan hendaknya menjadi sebuah gerakan nasional untuk bagaimana peduli kepada tetangga ditengah wabah corona. Sudah kah tetangga kita makan hari ini? Sudah kah tetangga kita merasa aman dari gangguan orang Jahat?
Penulis mencoba memberi sebuah gambaran gerakan ‘PETA’ yang bisa dimulai dari anak muda, Karang Taruna, Lembaga kemanusian, lembaga social dan lembaga amil zakat. Sebagai berikut;
Pertama, Beri Perhatian dan pekalah terhadap tetangga. Boleh jadi mereka tidak meminta-minta tapi sangat membutuhkan.
Kedua, Apabila ada yang tidak bisa makan, berilah makan.
Ketiga, Berkordinasi dengan perangkat desa. Kelola manajemen RT/RW sehingga terbentuk swadaya jaring pengaman sosial dengan memberi makan bergiliran. Ajak semua elemen sperti; anak muda, karang taruna, LSM, LAZNAS dan lain sebagainya.
Keempat, Jadikan peringatan Nabi sebagai motivasi “Bukan mukmin orang yang kenyang perutnya sedangkan tetangga sebelahnya kelaparan” (HR Al Baihaqi). Hadis lain juga mengatakan bahwa “Tidaklah mukmin orang kenyang sementara tetangganya lapar sampai ke lambungnya (HR Bukhori).
Mari dimomentum Ramadhan ini, sebagai hari Kemerdekaan Republik Indonesia mulai dari diri kita sendiri agar lebih peka dan peduli kepada tetangga dan sesama. Jadikan, gerakan ‘PETA’ sebagai gerakan membumi di tengah bangsa ini yang membutuhkan generasi yang cinta akan Ibu pertiwi.
*Ketua Pemuda Hidayatullah Jawa Timur dan Dosen Komunikasi dan Penyiaran Islam STAI Luqman Al Hakim Surabaya.