Oleh: Moh. Syahri Sauma
Ketika mendengar kata turbulensi, apa yang ada dipikiran anda? Pasti, di benak adalah sebuah pesawat yang terkena guncangan karena perubahan kecepatan udara yang terjadi dalam waktu singkat. Bila merujuk pada KBBI, maka arti dari turbulensi; Gerak bergolak tidak teratur yang merupakan ciri gerak zat alir (KBBI).
Dalam kata ini biasanya digunakan oleh pesawat terbang. Jadi turbulensi adalah saat pesawat terguncang karena perubahan kecepatan udara yang terjadi dalam waktu singkat. Turbulensi ini terjadi karena beberapa faktor, yaitu: berbedaan temperature, densitas udara yang berbeda dan stabilitas udara itu sendiri.
Terkait dengan ini, terkenang pengalaman pribadi penulis. Saat itutengaah melakukan safar dari Surabaya ke Balikpapan. Lewat jalur udara. Tahun lalu. Pas sebelum Ramadhan.Dalam sebuah misi lembaga.
Nah. Ketika si burung besi itu hendak landing di bandara Balikpapan itulah, pesawat mengalami turbulensi. Efeknya, semua dibikin panik. Khususnya penumpang. Durasi menegangkan itu berjalan cukup lama. 20 menitan. Cukup meembuat jantung berdetak kencang.
Para petugas (pramugari)senantiasa berusaha mengingatkan untuk tetap tenang. Alhamdulillah pesawat dapat landing dengan sempurna dan selamat di bandara Sultan Aji Muhamad Sulaiman Sepinggan Balikpapan. Tak ada satupun korban jiwa.
Bila kita amati kondisi kaum muslimin saat ini, tak berlebih kiranya bila dikatakan tengah mengalami turbulensi, bak pesawat pada pengalaman di atas. Betapa tidak. Di tengah ketenangan kehidupan sosial, tiba-tiba datang ‘air bah’ musibah. Dari berbagai penjuru. Menyerang secara maraton.
Turbulensi Sosial
Perhatikan peristiwa-peristiwa berikut ini. Awal maret tahun 2020 bangsa Indonesia diguncang oleh virus corona (Covid-19). Virus yang bermula dari Wuhan, Cina. Hingga kini jumlah korban sudah mencapai diatas 10.000 orang yang terkena virus. Karena penyebarannya semakin tak terkendaali, sejumlah daerah di Indonesia telah melakukan lockdownlokal. Tercatat total sekitar 20 daerah mengajukan ke Kementrian Kesehatan untuk melakukan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar).
Akibat dari penerappan peraturan ini, orang dan barang apapun tidak boleh masuk ketempat yang diterapkan PSBB. Begitu juga sebaliknya orang dan barang apapun tidak boleh keluar dari tempat yang terisolasi. Oleh karenanya, kebutuhan dasar pangan harus tercukupi dan terpenuhi selama kota tersebut melakukan isolasi.
Tidak soal kebutuhan pangan. Akibat dari peraturan ini, banyak kisah pilu yang menghampiri orabg-orang kecil. Misal, mereka harus terusir dsri kontrakan karena tidak mampu bayar, akibat tidak bisa bekerja. Yang lebih menyayat hati. Ada warga meninggal karena tidak mempunyai makanan. Hanya minum air semata.
Di tengah situasi pandemi, ekonomi juga merosot tajam.Efeknya, para pekerja, karyawan dan buruh terkena PHK dini. 1.943.916 orang di rumahkan dan atau PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) (tempo.co).
Terang saja kondisi ini akan mempengaruhi kehidupan sosial di masyarakat.Lebihlebih, sebelumnya pemerintah telah mengambil kebijakan dengan mengeluarka pulhuan ribu narapi dana, yang bukan mestahil semakin merunyamkan kehidupan sosial di masyarakat. Situasi di ataslah yang penulis sebut dengan istilah turbulensi.
Spirit Ramadhan
Menyikapi kondisi sosial seperti tergambar di atas, seyogiyanya kaum muslimin harus mengambil bagian. Terutama bagi mereka yang mampu mengulurkan tangan. Orang-orang kaya. Terlebih lagi para penguasa yang beragama Islam. Wajibambil baagian, berjuang mengetaskan persoalan ini.
Sebab kalau tidak, masalah ini akan tambah runyam. Bahkan bukan mustahil, akan merembet kepada ranah idiologis (agama), di mana ini menjadi hal yang sangat mendasar bagi kehidupan orang-orang beriman.
Hhal ini selaras dengan sabda Rasulullah SAW dalam sebuah hadis yang diriwayatkanAbu Na’im: “Kemiskinan itu dekat dengan kekufuran.”
Untuk mewanti agar hal yang lebih buruk tidak terjadi, maka bila merujuk pada hadis tersebut paling tidak ada tiga langkah yang bisa ditempuh. Pertama; orang-orang miskin harus selalu hati-hati atau waspada terhadap kemiskinannya. Maka, janganlah menjual iman debgan sesuatu yang sangat murah (dunia).
“Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. “(QS. al-Maidah: 44)
Kedua: sebagai peringatan kepada orang-orang kaya bahwa kemiskinan yang dialami saudara-saudaranya yang miskin dapat mendorongnya kepada kekufuran. Karena itu, tolonglah mereka. Bantu dari kesulitan hidup.
“Barang siapa yang membantu seorang Muslim (dalam) suatu kesusahan di dunia, maka Allah akan menolongnya dalam kesusahan pada Hari Kiamat. Dan barang siapa yang meringankan (beban) seorang Muslim yang sedang kesulitan, maka Allah akan meringankan (bebannya) di dunia dan akhirat” [HSR Muslim)
Ketiga: sebenarnya kemiskinan itu ada dua macam, yakni kemiskinan material dan kemiskinan spiritual. Dalam hadis yang lain Rasulullah Juga bersabda: “kaya itu bukanlah lantaran banyak harta. Tetapi, kaya itu adalah kaya jiwa” (HR. Bukhari Muslim).
Ramadhan adalah bulan penuh berkah. Maka, mari kita buktikan hal itu. Dengan cara berbagi kebaikan antar sesama. Dengan demikian, nampaklah keindahan Islam itu. Karena mengajarkan arti persaudaraan yang sesungguhnya. Yang meemiliki rasa empati antar sesama.
”Perumpamaan orang-orang yang beriman di dalam saling mencintai, saling menyayangi dan mengasihi adalah seperti satu tubuh, bila ada salah satu anggota tubuh mengaduh kesakitan, maka anggota-anggota tubuh yang lain ikut merasakannya, yaitu dengan tidak bisa tidur dan merasa demam.” (HR Bukhari dan Muslim).
So, sobat. Mari peduli, mari berbagi dan mari songsong kemenangan ramadhan.
*Ketua Pemuda Hidayatullah Jawa Timur dan alumnus Pesantren Ar Rohmah Hidayatullah Malang